Tampilkan postingan dengan label cerita. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label cerita. Tampilkan semua postingan

Senin, 04 April 2011

BAHAYA LIDAH DAN KEUTAMAAN DIAM

Lidah adalahsalah satu kenikmatan yang besar yang dianugerahkan Allah kepada hambaNya,
padanya terdapat kebaikan yang banyak dan kemanfaatan yang luas bagi siapa yang
menjaganya dengan baik dan mempergunakannya sebagaimana diharapkan syari’at.
Dan padanya pula terdapat kejelekan yang banyak dan bahaya yang besar bagi
siapa yang meremehkannya (membiarkannya) lalu digunakannya pada jalan atau
tempat yang tidak semestinya.

Padahal Allah Ta’ala menciptakan lisan (lidah) itu agar
digunakan untuk dzikrullah (menyebut Asma Allah), membaca Al Quran, menasehati
manusia dan mengajak mereka kepada jalan Allah dan ketaatan serta
memperkenalkan kepada mereka tentang kewajiban-kewajiban mereka terhadap Allah
SWT.
 
Maka jika si hamba mempergunakan lidahnya  untuk tujuan tersebut, maka dia tergolong
orang yang bersyukur kepada Allah atas nikmat lidah itu sendiri. Tapi jika
sebaliknya, digunakan bukan pada jalan kebenaran seperti disebutkan diatas,
maka dia adalah orang yang berbuat dholim lagi melampaui batas.

Kemudian ketahuilah, bahwa perkara lidah ini adalah
sesuatu yang sangat penting untuk diperhatikan, sebab dia adalah anggota tubuh
yang dominan dalam dhohir manusia dan paling kuat dalam menyeret seorang hamba
dalam kebinasaan, ini semua jika tidak dijaga dan dipaksa dengan tuntunan
syari’at.

Maka Rasulullah SAW sudah menasehati kita agar menjaga
lidah dengan baik, minimal dengan jalan tidak banyak berbicara, selagi tidak
bermanfaat atau tidak mengandung kebaikan, beliau SAW bersabda (yang artinya):

“ Barang siapa beriman kepada Allah dan Hari Akhirat
maka berkatalah yang baik, atau (jika tidak), diamlah “. (HR. Bukhori dan
Muslim)

Rasulullah SAW bersabda (yang artinya):
“ Semoga Allah merahmati seseorang yang berbicara
kebaikan maka dia beruntung, atau diam dari kejelekan maka dia selamat “.

Dan banyak riwayat yang sampai kepada kita tentang
bahaya lidah ini, diantaranya, hadits Rasulullah saw (yang artinya):
“ Dan tidakkah nanti seseorang akan diseret ke neraka
dengan wajah-wajah mereka (di tanah), terkecuali itu karena ulah lidah-lidah
mereka “ (HR. At Tirmidzi, Ibnu Majah dan Al Hakim).

Dalam hadits yang lain disebutkan (yang artinya):

“ Setiap pembicaraan anak adam adalah (saksi yang)
memberatkannya, bukan untuk kebaikannya, kecuali Dzikrullah, Amr Ma’ruf dan
Nahi Munkar “.


Rasulullah SAW bersabda pula (yang maknanya):
“ Sungguh ada seorang hamba berbicara dengan satu
kalimat, dimana ketika mengucapkannya dia tidak perduli (dengan cuek), tapi
berkat satu kalimat itu justru dia terjun ke neraka lebih jauh daripada jarak
bintang Tsurayya “.

Maka lidah ibarat pedang yang tajam, jika tidak dijaga
dengan baik akan membinasakan orangnya, ibarat binatang buas, jika si hamba
lengah sedikit maka dia akan menyambar dan mencabiknya dan lidah ibarat juru
bicara hati, yang ada disana dilontarkan olehnya, yang terpendam disana
ditampakkan olehnya. Maka orang yang sholeh akan diketahui dari cara bicaranya
atau pembicaraan yang disampaikannya demikian pula orang jelek akhlaknya dan
kaku perangainya dapat diketahui dari apa yang keluar dari lidahnya.

Hal mana seperti dikatakan oleh imam Hasan Al Bashri :

“ Sesungguhnya lidah orang mukmin berada dibelakang
hatinya, apabila ingin berbicara tentang sesuatu maka dia merenungkan dengan
hatinya terlebih dahulu, kemudian lidahnya menunaikannya. Sedangkan lidah orang
munafik berada di depan hatinya, apabila menginginkan sesuatu maka dia
mengutamakan lidahnya daripada memikirkan dulu dengan hatinya “.

Ketajaman lidah mengalahkan ketajaman pedang yang mampu
membelah besi dan daya penghancur(pengrusak)nya sangat kuat mengalahkan cuka
dalam merusak madu yang manis, seperti diriwayatkan Ibnu Abi Dunya, Rasulullah
saw bersabda :

“ Tidak ada satupun jasad manusia, kecuali pasti kelak
akan mengadukan lidah kepada Allah atas ketajamannya “.
Beliau saw bersabda pula :
“ Sesungguhnya kebanyakan dosa anak Adam berada pada
lidahnya “ (HR. Ath Thabarani, Ibnu Abi Dunya dan Al Baihaqi)

Keutamaan menjaga lidah

Al Imam Al
Ghazali dalam Ihya’ Ulumiddin berkata : “ Ketahuilah bahwa lidah bahayanya
sangat besar, sedikit orang yang selamat darinya, kecuali dengan banyak diam “.
Oleh sebab itu, Pembuat syari’at memuji dan menganjurkan diam, Nabi Muhammad
SAW bersabda (yang artinya):

“ Barang siapa yang diam, pasti dia selamat “ (HR. At
Tirmidzi)

Luqman Al Hakim berkata : “Diam itu adalah
kebijaksanaan, namun sedikit sekali orang yang melakukannya”.


Abdullah bin Sufyan meriwayatkan dari ayahnya, dia
berkata :”Aku berkata kepada Rasulullah SAW, wahai Rasulullah, beritahukanlah
kepadaku tentang islam, dengan suatu perkara yang aku tidak akan bertanya lagi
kepada orang lain sesudahmu.”. Nabi saw bersabda: ”Katakanlah, aku beriman,
kemudian istiqamahlah”. Dia berkata: “Lalu apakah yang harus aku jaga?”,
kemudian Rasulullah saw mengisyaratkan dengan tangan beliau ke lidah beliau.
(HR. At Tirmidzi, An Nasa’I dan Ibnu Majah).

Uqbah bin ‘Amir bertanya kepada Rasulullah SAW: “ Wahai
Rasulullah, apakah jalan keselamatan?”, Nabi menjawab: “Tahanlah lidahmu,
tinggallah di rumahmu (jangan banyak keluar) dan tangisilah kesalahanmu”. (HR.
At Tirmidzi)

Mu’adz bin Jabal bertanya kepada Rasulullah  Saw: “ Wahai Rasulullah perbuatan apakah yang
paling utama?”, kemudian Rasulullah menjulurkan lidah beliau yang mulia lalu
meletakkan jemarinya diatasnya dengan mengisyaratkan agar menjaganya.

Sahl bin Sa’ad meriwayatkan hadits dari Rasulullah saw,
dimana beliau bersabda (yang artinya) :

“ Siapa yang menjamin untukku (agar menjaga) apa yang
ada diantara dua janggutnya (lidah) dan yang ada diantara dua kakinya (kemaluan),
maka aku menjamin untuknya surga “ (HR. Bukhori)

Rasulullah Saw bersabda (yang artinya):

“ Siapa yang menahan lidahnya pasti Allah menutupi
auratnya, siapa yang dapat menahan amarahnya pasti Allah melindunginya dari
siksaNya, dan siapa meminta ampun kepada Allah, Dia pasti menerima permohonan
ampunannya “ (HR. Ibnu Abi Dunya).


Beliau saw bersabda pula :

“ Simpanlah lidahmu kecuali untuk kebaikan, karena
dengan demikian kamu dapat mengalahkan syaitan “ (HR. Ath Thabarani dan Ibnu
Hibban)

Keutamaan diam

Cara menyelamatkan diri dari bahaya lidah adalah diam, kecuali dari hal yang baik
dan mengundang kebaikan.
Para salaf pendahulu kita lebih banyak diam daripada
berbicara. Sebab dengan diam akan mengurangi dosa dan bahaya yang timbul akibat
lidah. Tetapi jika hak-hak Allah dilecehkan, syariat dihina dan Rasulullah
direndahkan, maka mereka tidak akan tinggal diam. Mereka akan berbicara dengan
lantang dan pasti sekalipun di depan pemimpin yang kejam, sekalipun nyawa
adalah taruhannya. Jadi berbicara itu baik jika ditempatkan pada posisinya dan
diam itu baik jika ditempatkan pada tempatnya pula. Dan jika dibalik maka
rusaklah tatanan Amr Ma’ruf  Nahi Munkar.

Bagaimana Imam Syafi’I tidak diam diri, manakala
melihat sulthon berbuat ketidakadilan, dengan tegas beliau berbicara,
menasehati si pemimpin itu. Tetapi jika ditanyakan sesuatu yang sekiranya tidak
perlu jawaban, maka beliau diam, tidak menjawab. Lihatlah bagaimana beliau
memposisikan sesuatu pada tempat dan waktu yang layak dan tepat.

Sebagian Ulama berkata : “Diam menghimpun beberapa
keutamaan, diantaranya keselamatan agama, kewibawaan, konsentrasi untuk
berfikir, berdzikir dan beribadah. Dan dalam diam juga terkandung keselamatan
dari berbagai tanggung jawab perkataan di dunia dan hisabnya di akhirat”, Allah
SWT berfirman (yang artinya):

“ Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada
di dekatnya Malaikat Pengawas yang selalu hadir (Raqib ‘Atid) “ (QS. Qaaf 18)

Bahkan diam mendatangkan ibadah yang berpahala, jika
diam itu didasarkan karena khawatir berbicara sesuatu yang haram, demi
mengharap ridho Allah. Rasulullah saw bersabda (yang artinya):

“ Maukah kalian aku beritahukan tentang ibadah yang
paling mudah dan paling ringan bagi badan? Diam dan akhlak yang baik “ (HR.
Ibnu Abi Dunya).

Jika anda bertanya, apa sebabnya diam memiliki
keutamaan sedemikian besar?, Maka ketahuilah bahwa sebabnya karena terlalu
banyak penyakit lidah, seperti ghibah, berdusta, mengadu domba, berkata keji,
riya’, terlibat dalam kebathilan, bertengkar, marah, menyingkap aurat orang dan
lainnya. Oleh karena banyak penyakit dan dosa yang timbul karena lidah, maka
yang terbaik adalah banyak diam. Kemampuan menahan lidah adalah jalan
keselamatan, oleh sebab itu keutamaan diam sangatlah besar. Wallahu A’lam.
*Redaksi

Disarikan dari kitab Ihya’ Ulumiddin karya Imam Al
Ghazali dan An Nashoihud Diniyyah karya Al Habib Abdullah bin Alawi Al Haddad.

pemuda yang takut dosa

Dahulu ada seorang pemuda Bani Israil penjual keranjang yang sangat tampan. Ia biasa berkeliling menjajakan barang dagangannya setiap hari. Suatu ketika ia melewati istana Raja, dan seorang pelayan wanita keluar dari dalam istana. Melihat ketampanan si pemuda, wanita itu segera masuk lagi untuk memberitahu putri raja.

“Tuan, di luar ada seorang pemuda yang sedang menjajakan keranjang dari pelepah pohon kurma,” katanya sambil terengah-engah.
“Lalu? Apa istimewanya untukku? Bukankah tiap hari juga banyak penjual keranjang yang lewat di depan istana?” tanya Putri.

“Tuan, pemuda yang satu ini beda. Ia luar biasa tampan!” kata pelayan itu setengah berseru.
“Benarkah?” tanya Putri dengan mata berbinar. “Suruh dia masuk!”
Pelayan wanita itu segera berlari keluar memanggil si pemuda dan membawanya masuk untuk menghadap Putri. Setelah pemuda itu masuk, pelayan wanita itu segera mengunci pintu. Lalu keluarlah Putri dengan memakai pakaian transparan yang memperlihatkan lekuk tubuhnya dan tanpa penutup kepala sehingga rambutnya yang indah dan lehernya yang jenjang terlihat dengan jelas. Pemuda itu segera mengucap istighfar dan menundukan pandangannya.

“Maaf Tuan Putri, mohon tutuplah auratmu. Semoga Alloh mengampunimu,” pinta Pemuda itu dengan sopan.
“Kenapa? Kau tidak suka?” tanya Putri menggoda.
“Maaf Tuan Putri, sebaiknya saya keluar saja daripada nanti menimbulkan fitnah. Biar pelayan anda saja yang memilih keranjang yang hendak Tuan beli di luar,” kata Pemuda.
“Siapa yang bilang aku mau membeli keranjangmu?” tanya Putri sambil tersenyum kecil. “Aku menyuruhmu masuk karena aku tetarik pada ketampananmu.”

“Wahai Putri, takutlah engkau kepada Alloh. Perbuatanmu akan menghinakanmu di hadapan manusia dan Alloh,” kata Pemuda.
“Hahaha…” Putri tertawa geli. “Siapa yang bisa melihat perbuatan kita disini? Pintu telah terkunci, dan hanya ada kita berdua.”

“Ingatlah akan Alloh yang Maha Mengetahui,” kata Pemuda itu.
Rupanya Putri sudah kerasukan setan. Kata-kat Pemuda itu sama sekali tidak membuatnya takut. Ia malah semakin berani mengoda si Pemuda. Tapi karena tidak juga berhasil, Putri menjadi murka.
“Hai Pemuda yang keras kepala. Kau telah menghinaku dengan berani mengacuhkanku. Kamu tahu, aku bisa membuatmu dihukum berat,” kata Putri.

“Aku tidak melakukan kesalahan apapun,” tantang Pemuda.
“Bodoh! Aku bisa saja memberitahu ayahku bahwa kau dengan sengaja menyusup kemari dan memaksaku berbuat yang tidak senonoh,” katanya.

“Tapi aku tidak melakukannya, itu fitnah namanya” jawab Pemuda.
“Hah! Aku bisa melakukan apapun yang kumau!” kata Putri dengan angkuh. “Sekarang kau tinggal pilih. Memenuhi keinginanku atau dihukum berat?” 

Pemuda itu berpikir sejenak.
“Sebelum aku memeutuskan, ijinkan aku berwudhu lebih dulu, “ pinta si Pemuda.
“Untuk apa?” tanya Putri heran.
“Aku akan meminta Alloh yang memilihkan jawabannya untukku,” katanya.
“Hmmm pandai sekali kau mengulur waktu. Meskipun kau memohon sepanjang hari, aku yakin Tuhanmu tidak akan hadir di sini,” kata Putri mengejek.

Tapi ia mengizinkan Pemuda itu untuk berwudhu dan berdoa di kamar yang terletak di atas loteng. Dengan begitu ia tidak mungkin melarikan diri. 

Di atas loteng, dengan khusyuk si Pemuda memanjatkan doanya.
“Ya Alloh, sesungguhnya hamba-Mu sangat takut berbuat maksiat pada-Mu. Lebih baik aku meloncat dari atas loteng ini dan menyerahkan nasibku kepada-Mu daripada aku berbuat dosa.”
Dengan hati mantap pemuda itu meloncat dari loteng yang letaknya sangat tinggi. Saat itu pula Alloh menurunkan malaikat-Nya untuk menggandeng tangan si pemuda sehingga ia tiba di tanah dalam keadaan berdiri dan ringan serta tidak terluka sedikit pun.
Pemuda itu sangat beryukur atas pertolongan Alloh. Namun ia juga khawatir peristiwa yang sama akan terulang kembali jika ia masih berjualan keranjang.
“Ya Alloh. Jika Engkau mengizinkan, karuniakanlah kepadaku rizki hingga aku tidak perlu berjualan lagi. Mudah-mudahan hal itu akan menambah kebaikan untukku,” doa si Pemuda.
Rupanya Alloh berkenan mengabulkan doanya. Alloh mengirimkan sekawanan belalang yang terbuat dari emas untuk dipungut oleh si Pemuda. Ia mengumpulkannya dan memasukannya ke dalam saku bajunya. Tapi pemuda itu takut hartanya tersebut akan mengurangi ridhonya Alloh. Maka ia berdoa kembali.
“Ya Alloh, jika rizkimu ini akan mengurangi jatahku di akhirat nanti, maka ambillah kembali dan simpankanlah untukku.”

Pemuda itu seolah-olah mendengar suara yang memberitahukan bahwa hadiah itu hanyalah satu dari duapuluh lima bagian pahalanya atas kesabarannya melemparkan diri dari loteng.
“Ya Alloh kalau begitu hamba tidak membutuhkan harta ini lagi. Tolong ambillah lagi, karena hamba memilih memintanya nanti di Akhirat,” pinta si Pemuda.

Seketika itu juga semua belalang emasnya menghilang. Alloh telah mengambilnya kembali dan menjadi simpanan pahala bagi si pemuda yang takut dosa itu.

sulitnya memaasfkan

Mungkin anda pernah mengalami kemarahan yg begitu dalam akibat dari perbuatan 
seseorang baik teman, sahabat, saudara, kekasih, isteri, suami ataupun orang 
lain yang telah menyakiti hati anda dimana sulit melupakan dan memaafkannya. 
Apapun alasannya yang jelas hal tsb secara langsung atau tidak langsung telah 
merugikan anda sendiri karena menahan marah tanpa memaafkan hanya akan menumpuk 
penyakit.

Dalam buku How to Be Cherished, Marilyn Graman dan Maureen Walsh, menguraikan 
soal maaf-memaafkan ini. Menurut kedua pakar hubungan ini, kita enggan 
memaafkan karena berpikir bahwa memelihara amarah akan melindungi hati kita 
agar tidak terluka lagi. 

Bersikap marah, kata Graman dan Walsh, memberi ilusi bahwa kita lebih memegang 
kendali ketimbang memaafkan. Padahal dengan marah, kesal, dan dendam, hati pun 
akan tertutup untuk rasa kasih sayang. Baik kasih sayang dari orang lain, 
maupun kasih sayang untuk orang lain. Bagaimana jadinya jika hal ini terjadi 
pada pasangan suami dan istri? 

Jika tidak bisa membuka hati, kita justru akan menyakiti orang lain yang 
menyayangi kita, memperlakukan orang lain dengan buruk, dan melakukan hal-hal 
yang justru akan kita sesali di kemudian hari. Menurut keduanya, kita hidup di 
dunia yang penuh uji coba. Jadi, kita pun mungkin berbuat salah pada orang 
lain. Itu menurut Graman dan Walsh

Bila suami-isteri, persahabatan, persaudaraan atau tali percintaan, sama-sama 
sulit memaafkan, akibatnya akan saling tersiksa dan hidupnya tidak nyaman. Jika 
perlu disarankan untuk melakukan konseling dengan psikolog.

Ada beberapa manfaat bagi orang yang dapat memaafkan antara lain;

Orang pemaaf, cenderung hatinya merasa nyaman. Sebaliknya, pendendam atau tidak 
pemaaf, hatinya senantiasa gelisah dan resah. Apabila bertemu dengan orang yang 
berbuat salah, orang pemaaf akan mudah tersenyum dan hatinya lapang.

Pendendam atau orang yang sulit memberikan maaf, kerapkali jika bertemu dengan 
lawannya akan berwajah murung. Hatinya tidak nyaman, dan sulit tersenyum. 
Sementara senyum adalah sedekah yang paling mudah dan patut dilakukan oleh 
orang yg beriman.

Meminta maaf dengan tulus ikhlas itu baik dan Memberi maaf itu jauh lebih baik 
sebab memberikan maaf itu lebih sulit dan menuntut kelapangan dada kita atas 
beberpa hal yang membuat hati kita tersakiti.

Menahan marah tanpa memaafkan hanya akan menumpuk penyakit. Memaafkan tanpa 
berbuat baik hanya menyemarakkan ritus sosial. Menahan marah, memaafkan, dan 
berbuat baik harus dilakukan sekaligus

Menahan marah hanya dapat disembuhkan dengan memaafkan. Dale Carnegie, seorang 
penulis populer, saat menawarkan kiat untuk menghilangkan rasa cemas menulis, 
''Anda tidak cukup suci untuk mencintai musuh-musuh Anda. Akan tetapi, demi 
kesehatan dan kebahagiaan Anda, lupakan mereka dan maafkan mereka.''

Namun, memaafkan tidak gampang. Kata para pakar memaafkan harus dilatih 
terus-menerus. Sifat pemaaf harus tumbuh karena ''kedewasaan rohaniah''. Ia 
merupakan hasil perjuangan berat ketika kita mengendalikan kekuatan ghadhab di 
antara dua kekuatan : pengecut dan pemberang. 

Memaafkan jelas tak bisa direkayasa secara artifisial dengan upacara pemutihan 
seperti halalbihalal. Maaf yang tulus lahir dari perkataan yang tulus kepada 
orang lain. Orang yang hanya memperhatikan dirinya tak akan pernah dapat 
memaafkan.

Berdasarkan survey yg dilakukan oleh situs Maxim bekerjasama dengan majalah 
Tango, dapat diketahui bahwa ;

Wanita memaafkan namun tak melupakan, sementara pria melupakan tapi tak mudah 
memaafkan .

Beruntunglah para pria karena saat mereka melakukan kesalahan, wanita mudah 
memberi maaf. Tapi dibalik sifat 'baik' ini, ada sifat kurang enaknya. Meski 
mudah memaafkan, wanita cenderung sulit melupakan kesalahan si pria. Salah satu 
contoh ketika pria-pria melupakan peringatan hari jadi ( ulang tahun, ultah 
pernikahan ) walau sudah dimaafkan, sewaktu-waktu kesalahan itu bisa diungkit 
lagi.

Berbeda dengan wanita, pria justru sulit memberi maaf. Untungnya jika sampai si 
wanita melakukan kesalahan dan sudah diberinya maaf, pria tak akan 
mengungkit-ungkit lagi kesalahan tersebut.

Semoga kita menjadi orang yang pemaaf, beriman dan berakhlaq baik amien...

indahnya memaafkan

Ini sebuah kisah tentang dua orang sahabat karib yang sedang berjalan melintasi gurun pasir. Di tengah perjalanan, mereka bertengkar dan salah seorang menampar temannya. Orang yang kena tampar merasa sakit hati, tapi dengan tanpa berkata-kata, dia menulis di atas pasir: "Hari ini, sahabat terbaikku menampar pipiku."

Mereka terus berjalan sampai akhirnya menemukan sebuah oasis. Mereka memutuskan untuk mandi. Orang yang pipinya kena tampar dan terluka hatinya, mencoba berenang namun nyaris tenggelam, tapi dia berhasil diselamatkan oleh sahabatnya. Ketika dia siuman dan rasa takutnya sudah hilang, dia menulis di sebuah batu: "Hari ini, sahabat terbaikku menyelamatkan nyawaku."

Orang yang menolong dan menampar sahabatnya, bertanya "Kenapa setelah saya melukai hatimu, kau menulisnya di atas pasir dan sekarang menuliskan ini di batu?" Sambil tersenyum temannya menjawab, "Ketika seorang sahabat melukai kita, kita harus menulisnya di atas pasir agar angin maaf datang berhembus dan menghapus tulisan itu. Dan bila sesuatu yang luar biasa baik terjadi, kita harus memahatnya di atas batu hati kita, agar takkan pernah bisa hilang tertiup angin."

Dalam hidup ini ada kalanya kita dan orang terdekat kita berada dalam situasi yang sulit, yang kadang menyebabkan kita mengatakan atau melakukan hal-hal yang menyakiti satu sama lain, juga terjadinya beda pendapat dan konflik karena sudut pandang yang berbeda. Oleh karena itu sebelum kita menyesal dikemudian hari, cobalah untuk saling memaafkan dan melupakan masa lalu.